Tak Gentar Hadapi Sultan

rahardjo-djali-rebut-tahta-sultan-keraton-kasepuhan-cirebon
Rahardjo Djali saat memberikan keterangan kepada wartawan. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Rahardjo Djali tak gentar. Ia menegaskan tak melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam keterangan resmi Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat. Kalau pun akhirnya Sultan Arief jadi melapor ke kepolisian, Rahardjo menyatakan siap menghadapinya.
“Kami bagaimana pun juga adalah trah asli dari Syekh Syarief Hidayatullah Gunung Jati. Kami siap menghadapi itu. Apapun yang akan diambil saudara Arief (Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, red), kami tidak akan mundur. Karena ini terjadi sudah berpuluh-puluh tahun. Karena ini sudah menjadi tugas kami untuk kembali meluruskan sejarah yang ada dan menempatkan Keraton Kasepuhan di tempat yang sesungguhnya,” tandas Rahardjo kepada Radar, kemarin.
Ia menegaskan tidak memiliki ambisi untuk menjadi sultan di Keraton Kasepuhan. Tindakan yang dilakukan saat ini, sambung Raharadjo, semata untuk meluruskan sejarah terkait siapa sebenarnya yang berhak atas takhta Keraton Kasepuhan. “Secara pribadi saya tidak punya ambisi menjadi sultan. Jadi jangan beranggapan aksi saya itu ingin jadi sultan. Kami melakukan tindakan tersebut bermaksud meluruskan sejarah yang sudah dibelokkan,” katanya.
Ia juga membantah jika dikatakan melakukan perusakan di Keraton Kasepuhan. Dirinya justru merasa geram atas kondisi Keraton Kasepuhan yang dinilainya sangat tidak terawat. “Tidak ada aksi perusakan. Soal menggembok pintu Dalem Arum tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian supaya tidak dipakai sembarangan. Pada saat saya datang ke keraton kondisi di dalamnya sangat kotor,” tuturnya.
Bahkan, menurutnya, saat melakukan penggembokan Dalem Arum, Sabtu lalu (27/6), dirinya diantar langsung Pangeran Nisfudin dan juga Ratu Alexandra Wurianingrat yang merupakan adik Sultan Arief. “Kalau dikatakan saya bukan siapa-siapa, mana mungkin bisa masuk ke Dalem Arum dan diantar langsung,” tegasnya.
Sejarah yang dimaksud, kata Rahardjo, adalah terkait dengan trah asli keturunan Sunan Gunung Jati yang berhak memimpin Kesultanan Kasepuhan. Menurutnya, ada pembelokan sejarah usai Sultan XI wafat pada tahun 1942. Di mana yang memimpin Kesultanan Kasepuhan setelah itu bukan lagi dari trah Sunan Gunung jati. Tapi  seorang bernama Alexander yang merupakan anak dari adik perempuan istri Sultan Sepuh XI, yang menikah dengan Snouck Hurgronje, seorang orientalis asal Belanda.

0 Komentar