Pengalaman Abdullah Fikri Melawan Kolangitis

sakit-kolangitis
Abdullah Fikri Ashri yang sempat menderita kolangitis atau infeksi saluran empedu. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

Sakit membuat sehat menjadi sangat dirindukan. Namun saat sehat, justru banyak orang yang melupakan sakit. Termasuk tidak menjaga asupan makanan yang benar.

APRIDISTA S RAMDHANI, Cirebon
KESEHATAN sangat mahal harganya. Inilah yang selalu diingat oleh Abdullah Fikri Ashri. Demi menjaga kesehatan, tak jarang dia membawa bekal sendiri. Asupan makanan adalah penyebab ia berbulan-bulan terbaring sakit. Asupan makanan pula yang kini diupakannya sebaik mungkin, demi tetap sehat.
Tahun 2015 menjadi titik balik dalam kehidupan Fikri. Hampir sepanjang tahun itu, dia melawan kolangitis. Tak mudah baginya melewati penyakit infeksi saluran empedu. Apalagi, ia sempat beberapa kali mendapatkan diagnosa yang berbeda. Sehingga penanganannya pun jadi lebih lama.
Fikri –sapaan akrabnya, sebelum di Cirebon tinggal di Makasar hingga tahun 2014. Usai menyelesaikan pendidikannya, ia diterima bekerja sebagai wartawan di salah satu media di Jakarta. Ia pun tinggal di ibu kota.
Hidup seorang diri dengan jam kerja sebagai wartawan, memberikan gaya hidup baru padanya. Pola makan tak teratur dan kerap telat sudah menjadi kebiasaan. “Saya juga biasanya pulang lewat jam 12 malam lewat, karena ada mentoring. Dari situ karena lapar makan yang berminyak, dan itu seolah menjadi gaya hidup sering sekali,” ungkapnya.
Makanan favorit Fikri Coto Makassar. Menu ini, berbahan daging dan memiliki banyak lemak. Pola makan yang tak teratur ditambah pilihan makanan berminyak, menjadikan beberapa kali ia mengalami sakit di ulu hati. Bahkan ini terjadi juga saat Fikri mulai bertugas di Cirebon di tahun 2015. “Saya pikir background suka makan telat, rasa nyeli ulu hati ini sepertinya asam lambung. Diagnosis dokter waktu itu juga asam lambung,” katanya.
Di tahun 2018, saat gempa bumi terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, Fikri ditugaskan untuk meliput. Dia langsung ke berangkat meninggalkan anak dan istrinya di Kabupaten Indramayu. Saat itu, korban gempa diungsikan di Makassar.
Fikri pun meliput selama kurang lebih 2 pekan di kampung halamannya. Namun, beberapa liputan yang ia lakukan cukup menguras waktu dan tenaga. Kebiasaan telat kembali terulang. Bahkan kadang baru bisa makan saat malam.

0 Komentar