Tragedi Kelam Eksekusi Santri, Ada Kaitan Nama dengan Jepara

Kakian-kisah-Japara
SEJARAH JAPARA: Inilah Balai Desa Lecamatan Japara yang cukup megah dan di halaman depannya terdapat kolam air mancur.
0 Komentar

Sebuah tragedi kelam menjadi awal terbentuknya Desa Japara, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan. Sejarah yang terjadi di sekitar abad 17 itu sampai sekarang masih diceritakan secara turun temurun. Sepertinya nama Japara masih ada kaitan dengan nama sebuah kabupaten di Jawa Tengah, Jepara. Bagaimana kisahnya?

ASEP KURNIA, Kuningan
Desa yang juga menjadi ibukota Kecamatan Japara ini di tahun 2000 an masih berada di bawah Kecamatan Jalaksana. Kemudian ditetapkan menjadi kecamatan dengan 10 desa sebagai wilayah administratifnya. Desa Japara awalnya bernama Desa Peundeuy Raweuy. Nama Pendeuy merupakan pohon petai yang tidak berbuah dan Raweuy artinya rindang.
“Kalau kata orang Sunda, Peundeuy Raweuy adalah pohon peuteuy lalakina (pohon petai laki-laki) karena tidak berbuah,” ujar Kepala Desa Japara M Thamrin.
Pria yang menjabat sebagai kepala desa tiga periode tersebut tidak memungkiri bahwa ada tragedi kelam yang menjadi cikal bakal desa yang dipimpinnya. Berdasarkan cerita turun temurun, Thamrin lantas menceritkan kronologi terbentuknya Desa Japara. Syahdan, di kisaran abad ke-17, Desa Peundeuy Raweuy dan desa di sekitarnya sudah memeluk Agama Islam dan berada di bawah kekuasaan Kesultanan Cirebon.
Sudah menjadi kewajiban pada masa itu, setiap kuwu melaksanakan tugur (piket) di Kasepuhan Cirebon, yang lamanya tiga bulan dalam setiap tahun. Demikian pula Kuwu Desa Peundeuy Raweuy, mendapat giliran untuk melaksanakan kewajiban piket di Keraton Kasepuhan Cirebon. Pada saat kuwu akan berangkat, datanglah seorang laki-laki pengembara yang berasal dari Jepara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pria yang diketahui seorang santri tersebut datang ke Desa Peundeuy Raweuy bermaksud bermalam, usai dirinya belajar mengaji dari daerah Ciamis.
Melalui musyawarah dengan para tokoh masyarakat, diputuskanlah santri tersebut untuk bermalam di rumah kuwu, sekalian untuk menjaga keluarga kuwu selama tugas piket di Cirebon. Selama tiga bulan bertugas, Kuwu Peundeuy Raweuy kembali ke desanya, dan sesampainya di rumah, kuwu terkejut melihat istrinya yang sudah berbadan dua.
“Pada saat mau berangkat ke Cirebon, Kuwu Peundeuy Raweuy tidak menyadari kalau istrinya sedang hamil,” terang M Thamrin.

0 Komentar