Dari Cirebon untuk Indonesia

Dari Cirebon untuk Indonesia
0 Komentar

18 Agustus 1945 atau sehari setelah Bung Karno membacakan teks Proklamasi, masyarakat Cirebon berkumpul di Alun-alun Kejaksan. Ada rapat umum dan dilanjutkan pawai akbar keliling kota. Warga bersuka cita. Salah satunya Olly Siti Soekini atau yang akrab dipanggil Olly Sastra. Ia perempuan Cirebon pertama yang berani mengibarkan bendera merah putih meski harus berjibaku dengan tentara Jepang yang saat itu belum mengakui Kemerdekaan RI.
=================
YA, Olly Siti Soekini yang akrab dipanggil Olly Sastra adalah Srikandi dari Cirebon. Ia merupakan perempuan Cirebon pertama yang berani mengibarkan bendera merah putih. Kala itu, Olly Sastra harus berjibaku dengan tentara Jepang yang belum mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah Bung Karno membacakan teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, kabar tentang Kemerdekaan Indonesia sampai juga ke telinga masyarakat Cirebon pada keesokan harinya. Karena itu, pada tanggal 18 Agustus 1945, tepatnya pukul 16.00 WIB, bertempat di Alun-alun Kejaksan, sebuah rapat umum berlangsung dengan pembicara Dr Sudarsono, Manadi, serta Kartahari. Kegiatan tersebut ditutup dengan pawai akbar keliling kota. Di tengah luapan kegembiraan, masyarakat Cirebon menyambut pawai itu dengan haru dengan mata yang berkaca-kaca.
Kemeriahan pawai itu menarik perhatian orang-orang. Masyarakat pun menjadi tahu bahwa pawai tersebut menjadi wujud kegembiraan atas kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkraman para penjajah. Kabar kemerdekaan Indonesia tentunya disambut dengan antusias. Termasuk oleh Olly Sastra, perempuan yang dijuluki Srikandi dari Cirebon itu.
Olly sastra yang pada saat era kemerdekaan merupakan Ketua Umum Angkatan Muda Tjirebon, sangat bersemangat untuk menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera merah putih.
Sang saka merah putih pun sempat berkibar di Gedung Djawa Hoo Ko Kai di Jl Pekalipan 106 yang kini berubah menjadi pertokoan. Namun ternyata aksi itu dipergoki oleh tentara Jepang yang kemudian merebut dan berupaya membakar bendera merah putih berukuran 180×120 centimeter tersebut.
“Ibu saya merebut lagi merah putih yang hampir terbakar. Tapi tentara Jepang itu makin beringas dan memukuli ibu saya. Ibu saya tetap berusaha menyelamatkan bendera itu,” tutur Esti Handayani, salah satu putri Olly Sastra yang ditemui Radar Cirebon, kemarin.

0 Komentar