Persamaan Korupsi dan Korona

ilustrasi-virus-corona
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Science Photo Library
0 Komentar

Oleh: Karman Wijaya Kusuma
KORUPSI dan korona (corona virus disease, covid-19) dua kata yang diawali tiga huruf yang sama. Hanya berbeda di huruf belakangnya. Kedua kata itu mengandung makna sama. Kedua “makhluk” itu di depan kita terlihat sama, tetapi dibelakang kenyataannya berbeda.
Korupsi sering tidak terlihat pelakunya. Baru terlihat jika diusut sampai ke belakang. Baik dengan cara dijebak ataupun disadap. Atau, kita sama-sama korupsi. Sehingga mengetahui celah dan potensi untuk berpesta korupsi di mana saja, kapan saja.
Korona juga demikian. Tidak kelihatan mana yang positif dan tidak. Kecuali setelah di tes swab. Akan tetapi, saya termasuk yang percaya bahwa korupsi dan korona saling berhubungan. Korona diturunkan Tuhan sebagai peringatan untuk mereka yang suka korupsi.
Korupsi dalam bahasa inggris corrupt, artinya sesuatu yang merusak. Bagi orang Jawa, mendengar kata korup mungkin sama dengan kata “grogot” yang memiliki arti sama. Merusak bisa dari dalam, dari luar, atau darimana saja. Korupsi merusak sendi kehidupan, tatanan, dan nilai-nilai luhur. Begitu pendapat orang idealis. Begitupula korona, merusak lebih parah. Terutama dari dalam tubuh melalui saluran pernafasan, paru-paru, melumpuhkan organ lainnya. Kecuali, orang tersebut memiliki senjata pamungkas, yaitu imunitas.
Kalau korona dapat dilawan dengan imunitas, korupsi dapat dilawan dengan iman. Imun dan iman, keduanya harus berjalan berdampingan. Terlebih di masa pandemi ini, imunitas dan iman seperti upin dan ipin. Korona seperti halnya korupsi, menggerogoti anggaran yang sangat besar. Baik di pusat maupun daerah, di tahun 2020 ini berkali-kali dilakukan pemangkasan anggaran. Parahnya, itu terjadi saat anggaran sudah ditetapkan di awal tahun.
Perubahan ini membuat terkejut sebagian pihak. Bagi mereka yang terbiasa bermufakat bermain proyek dari awal, atau pihak yang biasa mengatur lelang, tentunya gigit jari. Sebab, banyak janji yang harus dibatalkan karena pengalihan anggaran atau pemangkasan. Lebih parah lagi, mereka harus mengembalikan uang panjar yang sudah diterima. Pada sisi lain, Pemerintah Daerah yang tidak memenuhi kuota pemangkasan sebagaimana diminta pusat, dilakukan pemotongan dana transfer.

0 Komentar